PENDAHULUAN
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia
dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak
awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan
Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat
Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi
titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi
para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.
Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan
Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan
penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para
pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda
Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang
berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan
demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran
para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh
wilayah Indonesia.
A.
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
|
Jalur Penyebaran Agama Islam
|
Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia terjadi
secara damai. Kemudian para ahli menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia
dari segi peta perjalanannya, melalui dua jalur, yaitu :
- Jalur Utara
Arab Damaskus Baghdad Gujarat Srilangka
Indonesia.
- Jalur Selatan
Arab Yaman (Hadralmaut) Srilangka Indonesia.
mula-mula daerah masuk Islam pertama kali adalah
Samudra Pasai (Aceh Utara) dan Pantai Barat Pulau Sumatra yang selanjutnya
menyebar ke berbagai daerah, yaitu :
- Pariaman di Sumatra Barat, pembawanya adalah Syekh Burhanuddin seorang melayu.
- Gresik dan Tuban, pembawanya adalah Maulana Malik Ibrahim pedagang bangsa Hadralmaut.
- Demak, pembawanya adalah Raden Fattah dan pendirinya adalah para walisongo.
- Cirebon, penyebar dan pendirinya adalah Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
- Palembang, penyebarnya adalah Raden Rahmat.
- Banjar, pembawanya adalah mubaligh dari Johor Malaysia.
- Makassar, pembawanya adalah Datuk Ri Bandang.
- Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo di Maluku Utara. Penyebarnya adalah Syekh Mansur dari Arab dan Maulana Husein dari Gresik.
- Sorong di Irian Jaya, penyebarnya adalah mubaligh-mubaligh dari daerah-daerah yang telah masuk Islam.
B. Beberapa Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak
berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi,
lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan, teoriteori tentang
kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:
1. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke
Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada
abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini
adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama
sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun
1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam
Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat
yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.
Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA
adalah sumber local Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal
kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan
didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka,
jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum
tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan
terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap
prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di
Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik
untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang
mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia
dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia
mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya
sekadar perdagangan.
Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum
pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi
biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan
kumpulan atau perguruan tarekat.
b. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam
ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat
ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang
menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana
pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah
bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun
yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab
langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke
dunia timur, termasuk Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini
diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck
Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota
pelabuhan Anak Benua India. Orangorang Gujarat telah lebih awal membuka
hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam
pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya.
Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang
menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P.
Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan
Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai,
Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang
wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan
yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu
nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat
atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya
adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan
Indonesia
c. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam
ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari
teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam
memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada
kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan
Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau
Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi
Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di
Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang
ditranslasi melalui bahasa Parsi.
Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak
kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah
dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati
dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan
dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial.
Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu
ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan
Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia
menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur
dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam
telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto
Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut
kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam
pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori
Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal
(babad dan hikayat), dapat diterima.
Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis
bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak,
merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian
selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat
Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan
menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun
Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan
merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan
dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang
bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai
tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15
seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama
oleh para pelaut dan pedagang Cina.
Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan
dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam
masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra,
sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas; artinya
tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu
yang bersamaan.
C. Metode-Metode Masuknya Islam Di Indonesia
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
islam masuk di Indonesia dibawa oleh pedagang asing yang singgah di Indonesia
sehingga bisa disimpulkan masuknya islam di Indonesia dilakukan dengan cara
damai atau tanpa ada penumpahan darah.
Menurut
uka tjandrasasmita[4]
masuknya islam di Indonesia dilakukan enam saluran yaitu:
1.
Saluran perdagangan
Masuknya pedagang-pedagang asing dikepulauan Indonesia
seperti arab. Cina, Persia dan India merupakan awal mula masuknya islam di
Indonesia yaitu bermula dari bermukimnya para pedagang asing di pesisir jawa
yang penduduknya masih kafir. Hingga akhirnya mereka mampu mendirikan
masjid-masjid dan pemukiman-pemukiman muslim.
2. Saluran perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim
memiliki status sosial lebih baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga
tidak sedikit penduduk pribumi yang tertarik denan para pedagang muslim
tersebut khususnya putri-putri raja dan bangsawan. Proses islamisasi ini
dilakukan sebem adanya pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses
pernikahan sampai pada akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu membuat
daerah-daerah atau bahkan kerajaan-kerajaan islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila
terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan
adipati, karena bangsawan, raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya
islam di Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau
sunan ampel dengan nyai manila. Sunan gunung jati dengan putrid kaunganten.
Brawijaya dengan putri campa yang menurunkan raden fatah ( raja pertama demak
).
3. Saluran tasawuf
Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan
teosofi yangb bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat . dengan
ilmu tasawufnya mereka mengajarkan islam kepada pribumi yang mempunyai persamaan
dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya menganut agama hindu, sehingga
agama baru itu mudah dimenerti dan di terima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra
islam itu adalah Hamzah Fansuri di aceh, syeh lemah abang, dan sunan panggung
di jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di Indonesia di abad ke-19
M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik
pesantren maupun pondok yang diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai,
dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dam
kiai mendapat pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren, mereka pulang ke
kampung masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu mengajarkan
islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang di
undang ke maluku untuk mengajarkan agama islam.
5. Saluran kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling
terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang
paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan
kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita
mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan
nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat
islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad, dan sebagainya ), seni bangunan
dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat
masuk islam setelah rajanya memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik
raja sangat membantu tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di
sumatera dan jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-islam. Kemenangan
kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu
masuk islam.
D. Faktor Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia
Beberapa hal menyebabkan agama Islam terus berkembang pesat di Indonesia
diantaranya sebagai berikut:
1.
Adanya perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan
Gujarat dengan penduduk Indonesia.
2.
Adanya sistem
pendidikan pondok pesantren.
3.
Gigihnya para
da'i atau mubaligh dalam menyebarluaskan Islam
4.
Metode penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab
disesuikan dengan latar belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya:
a. Wayang kulit
b. seni bangunan, dan
c. seni karawitan/seni gamelan
Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta. Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam.
a. Wayang kulit
b. seni bangunan, dan
c. seni karawitan/seni gamelan
Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta. Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam.
E. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
1. Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di
kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh
kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera
dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama,
sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut
agama Islam itu telah menunjukkan di dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja,
perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya
dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada
kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit,
kehidupan keagamaan di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan
qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan
tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengodifikasian hukum-hukum yang
sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam.
Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan
Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi
sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa.Tercatat dalam sejarah
Banjar, di berlakukannya hukum bunuh
bagi orang murtad, hukum potong tangan
untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Pada akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya
pemegang kekuasaan dalam kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul amri
kaum Muslimin di seluruh kerajaan itu. Untuk memacu penyabaran agama Islam,
didirikan sebuah organisasi yang Bayangkare Islah (pengawal usaha kebaikan).
Itulah organisasi pertama yang menjalankan program secara sistematis sebagai
berikut:
a. Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah
kerja para wali.
b. Guna memadu penyebaran agama Islam, hendaklah di
usahakan agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya.
c. Hendaklah di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat
pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah
petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk
agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun
akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti
ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam,
kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam
seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung
menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman,
meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.
2. Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang
relative damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian
spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan
kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk
menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi
bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang
ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda
lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena
Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan
Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di
Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori,
yaitu:
a. Bidang agama murni atau ibadah;
b. Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c. Politik.
Terhadap bidang agama murni, pemerintah colonial
memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memamfaatkan
adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk
membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum
Islam baru bisa diberlakukan apabila
tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan
hukum Islam.
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang
keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
3. Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari
“resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad
xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga
tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera,
politik penindasan dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Untuk sementara pihak pemerintah colonial berhasil
mencapai sasarannya, yakni beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah,
perlawanan dapat dipatahkan dengan kekerasan senjata, sebagian besar golongan
Islam yang di pedalaman dapat terus diisolasi dalam alam ketakhayulan dan
kemusyrikan, dan sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian colonial rendahan.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis
untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam
bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi
dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda
di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa
Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari
pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah
perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang
sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi
Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima
dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu
mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para
pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya
gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat
dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu
dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih
memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka
berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Oelh karena itu, ada
tiga prantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah
Jepang yang menguntungkan kaum muslimin.
1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan
Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2. Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin
Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3. Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam
organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul
Arifin.[1][4]
F. Tersiarnya Islam di Indonesia
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Budha telah berkembang luas di nusantara ini,
disamping banyak yang masih menganut animism dan dinamisme, kedua agama itu
kian lama kian pudar cahayanya dan akhirnya kedudukannya sepenuhnya diganti
oleh agama Islam yang kemudian menjadi anutan 85 hingga 95% rakyat Indonesia.
Sebab-sebab sangat pesat dan cepat tersiarnya Islam di Indonesia antara lain
sebagai berikut:
1.
Terutama sekali faktor agama Islam (aqidah, syariah
dan akhlak islam) sendiri yang lebih banyak “berbicara” kepada segenap lapisan
masyarakat Indonesia.
2.
Faktor para mujtahid dakwah yang banyak terdiri atas
para saudagar yang taraf kebudayaannya sudah tinggi, yang telah berhasil
membawakan Islam dan segala kebijaksanaan kemahiran dan keterampilan
3.
Ajaran Islam tentang dakwah untuk menyampaikan ajaran
Allah walaupun sekedar satu ayat kepada segenap manusia di seluruh pelosok bumi
telah menjadikan segenap kaum muslimin menjadi umat dakwah.
4.
Baik agama Hindu maupun Budha pada umumnya dipeluk
oleh orang-orang keraton yang pada saat mulai tersebarnya Islam antara raja
yang satu dengan yang lainnya terlibat dalam perselisihan.
5.
Pernikahan antara para penyebar Islam dan orang-orang
yang baru di islamkan melahirkan generasi pelanjut yang menganut dan menyebarkan
Islam.
G.
Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia
1. Peradaban dan Agama Masyarakat Indonesia Sebelum
Kedatangan Islam
Secara geografis, wialayah Indonesia termasuk ke dalam
kawasan Asia Tenggara. Masyarakat di wilayah ini telah memiliki peradaban yang
tinggi sebelum kedatangn Islam. Hal itu disebabkan karena wilayah Asia Tenggara
merupakan Negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama.
Bangsa Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal
tulisan yang diajarkan oleh para penyebar agama Hindu dan Budha.pengaruh ini
telah berlangsung cukup lama, mungkin sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad
ke-14 dan ke-15 M. pengaruh Hinduisme dan Budhisme membawa perubahan besar,
terutama dalam sistem pemerintahan.
Bukti dari pengaruh agama Hindu dan Budha bagi
masyarakat Indonesia dapat dilihat dari banyaknya bangunan-bangunan suci untuk
peribadatan, seperti candi-candi, ukiran, dan sebagainya. Semua bangunan itu
merupakan perpaduan antara seni bangunan zaman megalithicum, seperti punden
berundak-undak.ukiran dan relief yang terdapat di dalamnya menggambarkan
kreatifitas bangsa Indonesia.
2. Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan
Perkembangannya
Islam sebagai agama baru yang dianut sebagian
masyarakat Indonesia, telah banyak memainkan peranan penting dalam berbagai
kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat
dari perkembangan Islam dan pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas,
sehingga agak sulit untuk memisahkan antara kebudyaan local dengan kebudayaan
Islam.
Masuknya kebudayaan Islam dalam kebudayaan nasional,
meliputi bahasa, nama, adat istiadat dan kesenian.
a. Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional banyak
terpengaruh dari bahasa Arab. Bahasa ini sudah begitu menyatu dalam lidah
bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam bahasa komunikasi sehari-hari, bahakan
dipergunakan pula dalam bahasa surat kabar, dan sebagainya.
Pengaruh Islam dalam bidang nama, sungguh banyak
sekali. Banyak tokoh dan bukan tokoh masyarakat menggunakan nama
berdasarkanpada bahasa Arab,yang merupakan bahasa simbol pemersatu Islam. Semua
itu bukti adanya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia.
b. Pengaruh Adat Istiadat
Adat istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh peradaban Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan
salam kepada setiap muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara
resmi pemerintahan.
Pengaruh lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat
penting dalam do’a. yang merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.
c. Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah
Pengaruh kesenian yang paling menonjol dalam hal ini
terlihat dalam irama qasidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran Islam. Syair
pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat Islam,
merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama masyarakat
Islam Indonesia.
Begitu pula pengaruh dalam bidang bangunan
peribadatan. Banyak bangunan mesjid yang ada di Indonesia, terpengaruh dari
bangunan mesjid yang ada di Negara-negara Islam, baik yang ada di Timur Tengah
ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia Islam.
d. Pengaruh Dalam Bidang Politik
Ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa
kejayaannya, banyak sekali undur politik Islam yang berpengaruh dalam system
politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Misalnya tentang konsep
khalifatullah fil ardi dan dzilullah fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan pada
masa pemerintahan kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.
Kebanyakan penduduk negara kita beragama Islam. Para
ahli berpendapat bahwa agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M.
Agama dan kebudayaan Islam masuk Indonesia melalui para pedagang yang berasal
dari Arab, Persia, dan Gujarat (India), dan Cina. Agama Islam berkembang dengan
pesat di tanah air. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam dan peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia. Agama dan
kebudayaan Islam mewariskan banyak sekali peninggalan sejarah.
Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Islam antara lain masjid, kaligrafi,
karya sastra, dan tradisi keagamaan. Berikut ini akan dibahas satu per satu
peninggalan sejarah Islam di Indonesia.
H. Hikmah
Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah
memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang
khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil
hikmah, diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
PENUTUP
KESIMPULAN
Ada beberapa pendapat mengenai masuknya islam ke Indonesia. Teori yang dapat dijadikan sebagai acuan juga
tidak hanya satu. Jadi memang datangnya agama islam ke Indonesia belum
diketahui secara pasti, ini dikarenakan kejadiannya telah berlangsung sejak dahulu.
Sehingga orang pada masa kini hanya bisa menerka-nerkan prosesnya. Namun bersamaan dengan itikad itu, kita juga dapat
memperoleh pelajaran mengenai masuknya islam ke Indonesia sehingga bisa
menambah wawasan dan memperkokoh iman islam kita.
Saran
Kami berharap, dengan adanya makalah ini pembaca akan
mampu mengetahui tentang proses masuknya agama islam di Indonesia serta mampu
untuk menjelaskan proses masuknya islam ke Indonesia.
Makasih ya gan , blog ini sangat bermanfaat sekali .............
BalasHapusbisnistiket.co.id
Oke
Hapusmakasih banget ya, aku lagi ada tugas sekolah dan butuh banget sama artikel ini, makasiihhhh buaaaaangetttt :D
BalasHapussyukron katsiir..
BalasHapusmakasih kakk ..
BalasHapusmakasih banyak ya :)
BalasHapusboleh tau ngga referensinya apa saja ?
BalasHapuskasih mu di kembalikan
BalasHapusdaftar pustakanya ????
BalasHapusdaftar pustakanya ????
BalasHapusDaftar pustaka itu sangat penting dalam penulisan makalah.
BalasHapusizin ya buat tugas..
BalasHapusmkasih.
Saya bisa mengerjakan PR PAI saya, TERIMAKASIH
BalasHapusmakasih banget ...
BalasHapus