BAB I
PEMDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Asia
Tenggara adalah sebutan untuk wialyah
daratan Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan
yang banyak serta terilingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Meliht
sejarah masa lalu, terliaht bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh
pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu telah
memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq Abdullah menulis dalam
bukunya renaisans islam di asia tenggara, bahwa kawasan asia tenggara terbagi
menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yagn diterima wilayah tersebut.
Pertama, adalah wilayah indianized southeast
asia, asia tenggara yagn dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu dan budha. Kedua,
sinized south east asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh china, adalah Vietnam.Ketiga,
yatu wilayah asia tenggara yag dispanylkan, atau hispainized south east asia,
yaiut philipina
Ketiga
pembagian tersebut seolah meniadakan pegnaruh Islam yang begitu besar di Asia
tenggara, khususnya Philipina.Seperti tertulis bahwa philipina termasuk negara
yang terpengaruhi oleh spanyol. Hal itu benar adanya, akan tetapi pranata
kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh Islam pada masa penjajahan
amerika dan spanyol. Sedikit makalah dibawah ini akan menyingkap dengan singkat
tentang sejarah masuknya Islam di Philipina.
Dalam makalah ini, pemakalah akan mencoba
membahas beberapa hal penting tentang Islam di Filipina. Antara lain: Sejarah
masuknya Islam di Filipina, faktor-faktor Islam menjadi agama minoritas di Filipina,
hukum Islam di Filipina. Hal-hal tersebut menjadi pembahasan pemakalah dalam
tulisan ini, karena merupakan sebuah upaya besar dalam mengangkat dan
menyebarkan agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Masuknya Islam di Filipina
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan,
khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan
ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang
pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut
catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau
(Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil
mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan.
Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya
Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.Dari
sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.Adapula pendapat
yang lain mengenai masuknya Islam datang kekepulaun Sulu. Bahwasannya Islam
datang ke Sulu pada abad ke-9 melalui perdagangan. Tapi itu tidak menjadi
faktor yang penting dalam sejarah Sulu, sampai abad ke 13 ketika orang-orang
menyebarkan Islam (da’i) mulai pertama kali tinggal di Buasna (Jolo) kemudian
di daerah-daerah lain kepulauan Sulu.
Islam
di asia menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran. Pertama, penyebaran
Islam melahirkan mayoritas penduduk.Kedua, kelompok minoritas Islam.Ketiga,
kelompok negera negara Islam tertindas.
Dalam
bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamid
mencantumkan bahwa Islam di Philipina merukan salah satu kelompok ninoritas
diantara negara negara yang lain. Dari statsitk demografi pada tahun 1977,
Masyarakat Philipina berjumlah 44.300.000 jiwa.Sedangkan jumlah masyarakat
Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur dominan komunitas
Mindanao dan mogondinao.
Hal
itu pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina.
Bahkan lebih dari itu, bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik
internal yang masih berlanjut sampai saat ini.
Sejarah
masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan
Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul
Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan
ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda
adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan
Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga
dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao,
raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam
di wilayah ini mulai dirintis.
Pada
masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao
Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb,
Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.Manguindanao kemudian menjadi seorang
Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao.Setelah
itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah
pantai lainnya.Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada
dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.Menurut
ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata
Amanullah (negeri Allah yang aman).Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat
kalimat tersebut banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.
Secara
umum, gambaran Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase, dari penjajahan
sampai masa modern.
a.
Masa
Kolonial Spanyol
Sejak masuknya orang-orang Spanyol
ke Filipina, pada 16 Maret 1521 M, penduduk pribumi telah mencium adanya maksud
lain dibalik “ekspedisi ilmiah” Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol
menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak
demikian halnya dengan wilayah selatan.Mereka justru menemukan penduduk wilayah
selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah.Tentara
kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk
mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876 M).Menghabiskan
lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum
Muslimin.walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara
total.
Selama masa kolonial, Spanyol
menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision-sacre
(misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam
di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai “Moor”
(Moro).Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados
(tukang bunuh).
Sejak saat itu julukan Moro melekat
pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut.Tahun
1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri.Penduduk
pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan
kolonial Spanyol, kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan
orang-orang Islam di selatan.Sehingga terjadilah peperangan antar orang
Filipina sendiri dengan mengatasnamakan “misi suci”.
Dari sinilah kemudian timbul
kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro
yang Islam hingga sekarang.Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk
Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja
Humabon dari pulau Cebu.
b.
Masa
Imperialisme Amerika Serikat
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan
Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian
dari teritorialnya.Secara tidak sah dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual
Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M melalui
Traktat Paris.Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai
seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya.Dan inilah karakter musuh-musuh
Islam sebenarnya pada abad ini.Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya
Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikan kebebasan beragama,
kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa
Moro.
Namun traktat tersebut hanya taktik
mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang
sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina
Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada
1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan
langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu
disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan
(civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu.Periode berikutnya tercatat pertempuran
antara kedua belah pihak.Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun 1914-1920
rata-rata terjadi 19 kali pertempuran.Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali
pertempuran.Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah
menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro
untuk keperluan ekspansi para kapitalis.
Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan
AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro.Namun Amerika
memandang peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika
akhirnya menerapkan strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan
bujukan.Kebijakan ini kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai
ciri khas penjajahan mereka.Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan
Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam
perlawanan Bangsa Moro.
Sebagai hasilnya, kohesitas politik
dan kesatuan diantara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai
diserang oleh norma-norma Barat.Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan
keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat
Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan
orang-orang Kristen. Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan
dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit
demi sedikit mengancam tradisi kemandirian.
c.
Masa
Peralihan
Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan
masa peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina
di Utara.Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis,
diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis
seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan
pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah.
Kemudian Philippine Commission Act
No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datu, atau
kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang
atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober
1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land
Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang
menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka
untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS, serta
Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang
berpendidikan, dan para spekulan tanah Amerika, yang lebih paham dengan urusan
birokrasi, untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah. Pada intinya ketentuan
tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum
Muslimin (tanah adat dan ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah
Filipina di Utara yang menguntungkan para kapitalis.
Pemberlakukan Quino-Recto
Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah
Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao.
Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei
tanah negara, sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru.NLSA –
National Land Settlement Administration – didirikan berdasarkan Act No. 441
pada 1939.
Di bawah NLSA, tiga pemukiman besar
yang menampung ribuan pemukim dari Utara dibangun di propinsi Cotabato
Lama.Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih
mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan
untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa Moro di
Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Filipina
secara umum.
Kepemilikan tanah yang begitu mudah
dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan
pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao.Banyak pemukim yang
datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama
kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah.
Untuk menarik banyak pemukim dari
utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap
dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini
diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri
tersebut.Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di
tanah mereka.
d.
Masa
Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina
(1946 M) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa
Moro.Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata
memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina).Namun patut dicatat, pada
masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front
perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam,
MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF.
Namun pada saat yang sama juga sebagai masa
terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan
mereka secara keseluruhan. Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina
disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban
Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi.Gerombolan
komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan
Jepang.Setelah Jepang menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah
Filipina.Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri
pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953).
Tekanan semakin terasa hebat dan
berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).Dibandingkan dengan masa
pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka
masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif
bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan
Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik
Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu.
Perkembangan berikutnya kita semua tahu.MLF
sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah.Pertama, Moro National
Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan
nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan
Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan
bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan. Namun dalam
perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali
menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu
Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993).Tentu saja perpecahan ini
memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi
pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian
perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden
Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan
Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu.
Disatu pihak mereka menghendaki
diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara
pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF).
Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan efektif.Namun agaknya
Ramos telah memilih salah satu diantara mereka walaupun dengan penuh
resiko.“Semua orang harus memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak,”
katanya.Dan jadilah bangsa Moro seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.
B.
Faktor-faktor Islam menjadi Agama
Minoritas di Filipina
Mayoritas penduduk Filipina beragama
Katolik, walaupun katolik menjadi agama mayoritas, tetapi di Filipina terdapat
tiga ribu masjid, terutama di selatan. Penduduk Filipina sekitar 85.236.900
juta pada tahun 2006 dan setiap tahunnya pertumbuhan penduduknya 1,92% dengan
luas wilayah 300.076 km terdiri dari 7.107 pulau. Penduduknya terdiri dari
beberapa suku yaitu suku Filipino 80%, Tionghoa 10%, Indo Arya 5%, Eropa dan
Amerika 2%, Arab 1%, suku lain 2%. Kota Marawi dan Jolo dapat dianggap sebagai
pusat keagamaan bagi komunitas muslim. Kitab suci alQur’an telah diterjemahkan
oleh dr.Ahmad Domacao Alonto kedalaam bahasa Maranao, bahasa yang paling utama
dikalangan muslim kebanyakan muslim di Moro adalah petani dan nelayan.
Dijabatan tinggi pemerintah Filipina tidak
berarti. Asosiasi islam yang paaling aktif adalah Asosiasi Muslim Filipina
(Manila), Ansar al Islam(Kota Marawi), Masyarakat Islam Mualaf (Manila) dan
yayasan Islam Sulu (jolo) dan sebagainya. Tahun 1983, Dewan Dakwah Islam
Filipina telah dibentuk untuk mempersatukan organisasi-organisasi Muslim di
utara dan selatan.
Menurut Majul, ada tiga alasan yang
menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegerasi secara penuh kepada
republik Filipina. Pertama, bangsa
Moro sulit menghargai undang-undang Nasional, khususnya yang mengenai hubungan
pribadi daan keluarga, karena undang-undang tersebut berasal daari Barat dan
Katolik, seperti larangan bercerai dan poligami yang sangat bertentangan dengan
hukum Islam yang membolehkannya.
Kedua, system sekolah yang menetapkan kurikulum
yang sama, bagi setiap anak Filipina disemua daerah, tanpa membedakan perbedaan
agama dan kultur, membuat bangsa Moro malas untuk belajar disekolah yang
didirikan pemerintah. Mereka menghendaki dalam kurikulum itu adanya perbedaan
khusus bagi bangsa Moro, karena adanya perbedaan agama dan kultur.
Ketiga, bangsa Moro masih trauma dan kebencian
yang mendalam terhadap program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh
pemerintah Filipina kewilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah
mengubah posisi mereka dari mayoritas menjadi minoritas hamper disegala bidang
kehidupan.
C.
Hukum Islam di Filipina
Bangsa Moro adalah tanah muslim yang
penduduknya mengikuti madzhab Syafi’i. Selama periode pra-Islam, yang Bangsa
berbeda atau barangay (masyarakat) yang burik kepulauan tidak memiliki hukum
tertulis dan dipimpin oleh datus (kepala suku) dengan hak atas tanah leluhur.
Menjelang akhir abad ke-13, pulau Sulu pemukim Muslim terlindung dari Arab,
Kalimantan, Sumatera, dan Malaya yang bekerja sebagai pedagang dan misionaris,
beberapa di antaranya perempuan lokal menikah, berbagi keyakinan agama mereka,
dan menjalin aliansi politik.
Islam kemudian disebarkan di Filipina
selatan pra-kolonial melalui sarana ekonomi dan relasional sebagai pengganti
penaklukan, yang mengakibatkan integrasi hukum adat baru dan yang sudah ada.
Ketika datus masuk Islam, kesultanan didirikan di Magindanao dan Sulu. Ini,
menurut Justin Holbrook (2009): "berfungsi seperti" mini-negara
", dengan pemerintah memiliki kekuatan baik dan peradilan administrasi ...
Agama pengadilan Moro diterapkan hukum adat, atau adat, serta hukum syariah ..."
ini didefinisikan sifat komprehensif dari sistem hukum Islam (juga disebut
sebagai Agama Sara System) yang mencakup, sosio-politik, dan hubungan-hubungan
hukum sipil.[1][1][6] Holbrook catatan lebih lanjut bahwa Muslim awal dilaksanakan
"pluralisme hukum untuk menjalin hubungan dengan orang-orang dari
keyakinan yang berbeda ...", menunjukkan bahwa mereka tinggal di
ko-eksistensi damai dengan dan tidak memaksakan iman mereka terhadap
non-Muslim.
Pada masa itu, sudah dikenal sistem
pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao
Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb,
Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang
Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao.
Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta
daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya
berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.
Istilah luwaran, yang dipakaai oleh orang Moro
Mindanao dalam kitab hokum, berarti “pilihan” ataau “terpilih”. Undang-undang
yang terkandung didalam kitab Luwaran merupakan pilihan dari hokum Arab lama
yang kemudian diterjemaahkan dan dikompilasikan untu digunakan sebagai pegangan
serta informasi bagi para datu, hakim
dan pandita di Mindanao yang tidak mengerti bahasa Arab. Kitab luwaran dari
Mindanao tidak ada taanggalnya sama sekali, tak ada seorangpun yang mengetahui
kapan kitab ini di buat.
Sebagian orang berpendapat bahwa kitab
Mindanao ini disusun beberapa waktuyang lalu oleh para hakim di Mindanaao.
Kitab utama yang dirujuk oleh kitab luwaran adalah Minhaj Al TThalibin karya
ahli hokum mazhab Syafi’I Zakaria yahya bin syaraf Al Nawawi.
D.
Tokoh-tokoh
Islam di Filipina
Tokoh-tokoh pejuang
Islam di Phillipina
1. Prof.Dr.H. Nur Misuari
1. Prof.Dr.H. Nur Misuari
Nur Misuari atau
Nurallaj Misuari merupakan pengasas Pergerakan Pembebasan Mindanao yang
merupakan kumpulan anti kerajaan Filipinasecara kekerasan. Nur Misuari
dipenjara atas tuduhan melakukan pemberontakan pada 2006. Nur Misuari
ditahan di Pulau Jampiras, Sabah 24 November 2001 kerana memasuki Malaysia
tanpa dokumen perjalanan sah. Kerajaan Filipina mendesak Malaysia menyerahkan
Nur Misuari tetapi Malaysia terus melindungi Nur Misuari. Nur Misuari pernah
berlindung di Libya awal tahun 1980-an.Nur Misuari merupakan Bekas Gabenor
Wilayah Autonomi Islam Mindanao (ARMM) . Beliau berusia 65 tahun dan menjadi
buruan Manilakerana mengetuai pemberontakan 19 November 2001 sebelum melarikan
diri
2. Abu Sayaf
Kelompok Abu Sayyaf,
juga dikenal sebagai Al Harakat Al Islamiyya, adalah sebuah kelompok separatis
yang terdiri dari terorisMuslim yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina,
antara lain Jolo, Basilan, dan Mindanao. Khadaffi
Janjalani dinamakan sebagai pemimpin kelompok ini oleh Angkatan Bersenjata
Filipina.Dilaporkan bahwa akhir-akhir ini mereka sedang memperluaskan
jaringannya ke Malaysia dan Indonesia.
Kelompok ini bertanggung jawab terhadap aksi-aksi
pemboman, pembunuhan, penculikan, dan pemerasan dalam upaya mendirikan negara
Muslim di sebelah barat Mindanao dan Kepulauan Sulu serta menciptakan suasana
yang kondusif bagi terciptanya negara besar yang Pan-Islami di Semenanjung
Melayu(Indonesia dan Malaysia) di Asia Tenggara.
Nama kelompok ini adalah bahasa Arab untuk Pemegang
(Abu) Pedang (Sayyaf). Abu Sayyaf adalah salah satu kelompok separatis terkecil
dan kemungkinan paling berbahaya[rujukan?] di Mindanao. Beberapa anggotanya
pernah belajar atau bekerja di Arab Saudi dan mengembangkan hubungan dengan
mujahidin ketika bertempur dan berlatih di Afganistan dan Pakistan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses
islamisasi di Filipina pada masa awal adalah melalui tiga hal, yaitu
perdagangan, perkawinan dan politik. Diterimanya Islam oleh orang-orang
Mindanao, Sulu, Manilad dan sepanjang pesisir pantai kepulauan Filipina tidak
terlepas dari ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang tersebut dapat
mengakomodasi tradisi lokal.
Umat Islam
Filipina yang kemudian dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi
berbagai hambatan baik pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila
direntang ke belakang, perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase:
Pertama, Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun
(1521-1898). Kedua, Moro berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47
tahun (1898-1946). Ketiga, Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).
Minimal ada
tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara
penuh kepada pemerintah Republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menerima
Undang-Undang Nasional karena jelas undang-undang tersebut berasal dari Barat
dan Katolik dan bertentangan dengan ajaran Islam. Kedua, sistem sekolah yang
menetapkan kurikulum yang sama tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur
membuat bangsa Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh
pemerintah.
Ketiga, adanya trauma dan kebencian yang
mendalam pada bangsa Moro atas program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh
pemerintah Filipina ke wilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah
mengubah mereka dari mayoritas menjadi minoritas di segala bidang kehidupan.
B.
Saran
Semoga
makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita khusus tentang
islam di Flipina. Penulis berharap dengan makalah ini kita sebagai kaum muslim
agar lebih giat lagi beribadah kepada Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar