Senin, 22 April 2013

MAKALAH SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI FILIPINA



BAB I
PEMDAHULUAN

A.     Latar belakang masalah
Asia Tenggara adalah sebutan untuk wialyah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang banyak serta terilingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Meliht sejarah masa lalu, terliaht bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq Abdullah menulis dalam bukunya renaisans islam di asia tenggara, bahwa kawasan asia tenggara terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yagn diterima wilayah tersebut.

Pertama, adalah wilayah indianized southeast asia, asia tenggara yagn dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu dan budha. Kedua, sinized south east asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh china, adalah Vietnam.Ketiga, yatu wilayah asia tenggara yag dispanylkan, atau hispainized south east asia, yaiut philipina

Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pegnaruh Islam yang begitu besar di Asia tenggara, khususnya Philipina.Seperti tertulis bahwa philipina termasuk negara yang terpengaruhi oleh spanyol. Hal itu benar adanya, akan tetapi pranata kehidupan di Philipina juga terpengaruhi oleh Islam pada masa penjajahan amerika dan spanyol. Sedikit makalah dibawah ini akan menyingkap dengan singkat tentang sejarah masuknya Islam di Philipina.

Dalam makalah ini, pemakalah akan mencoba membahas beberapa hal penting tentang Islam di Filipina. Antara lain: Sejarah masuknya Islam di Filipina, faktor-faktor Islam menjadi agama minoritas di Filipina, hukum Islam di Filipina. Hal-hal tersebut menjadi pembahasan pemakalah dalam tulisan ini, karena merupakan sebuah upaya besar dalam mengangkat dan menyebarkan agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Masuknya Islam di Filipina
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan.

Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.Adapula pendapat yang lain mengenai masuknya Islam datang kekepulaun Sulu. Bahwasannya Islam datang ke Sulu pada abad ke-9 melalui perdagangan. Tapi itu tidak menjadi faktor yang penting dalam sejarah Sulu, sampai abad ke 13 ketika orang-orang menyebarkan Islam (da’i) mulai pertama kali tinggal di Buasna (Jolo) kemudian di daerah-daerah lain kepulauan Sulu.

Islam di asia menurut Dr. Hamid mempunyai 3 bentuk penyebaran. Pertama, penyebaran Islam melahirkan mayoritas penduduk.Kedua, kelompok minoritas Islam.Ketiga, kelompok negera negara Islam tertindas.

Dalam bukunya yang berjudul Islam Sebagai Kekuatan International, Dr. Hamid mencantumkan bahwa Islam di Philipina merukan salah satu kelompok ninoritas diantara negara negara yang lain. Dari statsitk demografi pada tahun 1977, Masyarakat Philipina berjumlah 44.300.000 jiwa.Sedangkan jumlah masyarakat Muslim 2.348.000 jiwa. Dengan prosentase 5,3% dengan unsur dominan komunitas Mindanao dan mogondinao.

Hal itu pastinya tidak lepas dari sejarah latar belakang Islam di negeri philipina. Bahkan lebih dari itu, bukan hanya penjajahan saja, akan tetapi konflik internal yang masih berlanjut sampai saat ini.

Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat).Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam.Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis.

Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao.Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya.Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.Menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman).Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat kalimat tersebut banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.

Secara umum, gambaran Islam masuk di Philiphina melalui beberapa fase, dari penjajahan sampai masa modern.
a.      Masa Kolonial Spanyol
Sejak masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina, pada 16 Maret 1521 M, penduduk pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik “ekspedisi ilmiah” Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah selatan.Mereka justru menemukan penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah.Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876 M).Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin.walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total.

Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah dan kuasai) serta mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai “Moor” (Moro).Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh).

Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut.Tahun 1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri.Penduduk pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan kolonial Spanyol, kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam di selatan.Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri dengan mengatasnamakan “misi suci”.

Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga sekarang.Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu.

b.      Masa Imperialisme Amerika Serikat
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian dari teritorialnya.Secara tidak sah dan tak bermoral, Spanyol kemudian menjual Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M melalui Traktat Paris.Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya.Dan inilah karakter musuh-musuh Islam sebenarnya pada abad ini.Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro.

Namun traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903 M) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu.Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak.Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19 kali pertempuran.Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali pertempuran.Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para kapitalis.

Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro.Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan.Kebijakan ini kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka.Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa Moro.

Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan diantara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat.Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang Kristen. Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demi sedikit mengancam tradisi kemandirian.

c.       Masa Peralihan
Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara.Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah.

Kemudian Philippine Commission Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datu, atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan, dan para spekulan tanah Amerika, yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk melegalisasi klaim-klaim atas tanah. Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para kapitalis.

Pemberlakukan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara, sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru.NLSA – National Land Settlement Administration – didirikan berdasarkan Act No. 441 pada 1939.

Di bawah NLSA, tiga pemukiman besar yang menampung ribuan pemukim dari Utara dibangun di propinsi Cotabato Lama.Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa Moro di Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Filipina secara umum.

Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao.Banyak pemukim yang datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah.

Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut.Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah mereka.

d.      Masa Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946 M) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro.Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina).Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF.

 Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi.Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang.Setelah Jepang menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina.Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953).

Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu.

 Perkembangan berikutnya kita semua tahu.MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah.Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan. Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993).Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu.

Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF). Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan efektif.Namun agaknya Ramos telah memilih salah satu diantara mereka walaupun dengan penuh resiko.“Semua orang harus memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak,” katanya.Dan jadilah bangsa Moro seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.

B.     Faktor-faktor Islam menjadi Agama Minoritas di Filipina
Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik, walaupun katolik menjadi agama mayoritas, tetapi di Filipina terdapat tiga ribu masjid, terutama di selatan. Penduduk Filipina sekitar 85.236.900 juta pada tahun 2006 dan setiap tahunnya pertumbuhan penduduknya 1,92% dengan luas wilayah 300.076 km terdiri dari 7.107 pulau. Penduduknya terdiri dari beberapa suku yaitu suku Filipino 80%, Tionghoa 10%, Indo Arya 5%, Eropa dan Amerika 2%, Arab 1%, suku lain 2%. Kota Marawi dan Jolo dapat dianggap sebagai pusat keagamaan bagi komunitas muslim. Kitab suci alQur’an telah diterjemahkan oleh dr.Ahmad Domacao Alonto kedalaam bahasa Maranao, bahasa yang paling utama dikalangan muslim kebanyakan muslim di Moro adalah petani dan nelayan.

Dijabatan tinggi pemerintah Filipina tidak berarti. Asosiasi islam yang paaling aktif adalah Asosiasi Muslim Filipina (Manila), Ansar al Islam(Kota Marawi), Masyarakat Islam Mualaf (Manila) dan yayasan Islam Sulu (jolo) dan sebagainya. Tahun 1983, Dewan Dakwah Islam Filipina telah dibentuk untuk mempersatukan organisasi-organisasi Muslim di utara dan selatan.

Menurut Majul, ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegerasi secara penuh kepada republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menghargai undang-undang Nasional, khususnya yang mengenai hubungan pribadi daan keluarga, karena undang-undang tersebut berasal daari Barat dan Katolik, seperti larangan bercerai dan poligami yang sangat bertentangan dengan hukum Islam yang membolehkannya.

Kedua, system sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama, bagi setiap anak Filipina disemua daerah, tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur, membuat bangsa Moro malas untuk belajar disekolah yang didirikan pemerintah. Mereka menghendaki dalam kurikulum itu adanya perbedaan khusus bagi bangsa Moro, karena adanya perbedaan agama dan kultur.

Ketiga, bangsa Moro masih trauma dan kebencian yang mendalam terhadap program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina kewilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah posisi mereka dari mayoritas menjadi minoritas hamper disegala bidang kehidupan.

C.    Hukum Islam di Filipina
Bangsa Moro adalah tanah muslim yang penduduknya mengikuti madzhab Syafi’i. Selama periode pra-Islam, yang Bangsa berbeda atau barangay (masyarakat) yang burik kepulauan tidak memiliki hukum tertulis dan dipimpin oleh datus (kepala suku) dengan hak atas tanah leluhur. Menjelang akhir abad ke-13, pulau Sulu pemukim Muslim terlindung dari Arab, Kalimantan, Sumatera, dan Malaya yang bekerja sebagai pedagang dan misionaris, beberapa di antaranya perempuan lokal menikah, berbagi keyakinan agama mereka, dan menjalin aliansi politik.

Islam kemudian disebarkan di Filipina selatan pra-kolonial melalui sarana ekonomi dan relasional sebagai pengganti penaklukan, yang mengakibatkan integrasi hukum adat baru dan yang sudah ada. Ketika datus masuk Islam, kesultanan didirikan di Magindanao dan Sulu. Ini, menurut Justin Holbrook (2009): "berfungsi seperti" mini-negara ", dengan pemerintah memiliki kekuatan baik dan peradilan administrasi ... Agama pengadilan Moro diterapkan hukum adat, atau adat, serta hukum syariah ..." ini didefinisikan sifat komprehensif dari sistem hukum Islam (juga disebut sebagai Agama Sara System) yang mencakup, sosio-politik, dan hubungan-hubungan hukum sipil.[1][1][6] Holbrook catatan lebih lanjut bahwa Muslim awal dilaksanakan "pluralisme hukum untuk menjalin hubungan dengan orang-orang dari keyakinan yang berbeda ...", menunjukkan bahwa mereka tinggal di ko-eksistensi damai dengan dan tidak memaksakan iman mereka terhadap non-Muslim.

Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.

 Istilah luwaran, yang dipakaai oleh orang Moro Mindanao dalam kitab hokum, berarti “pilihan” ataau “terpilih”. Undang-undang yang terkandung didalam kitab Luwaran merupakan pilihan dari hokum Arab lama yang kemudian diterjemaahkan dan dikompilasikan untu digunakan sebagai pegangan serta informasi bagi para datu, hakim dan pandita di Mindanao yang tidak mengerti bahasa Arab. Kitab luwaran dari Mindanao tidak ada taanggalnya sama sekali, tak ada seorangpun yang mengetahui kapan kitab ini di buat.

Sebagian orang berpendapat bahwa kitab Mindanao ini disusun beberapa waktuyang lalu oleh para hakim di Mindanaao. Kitab utama yang dirujuk oleh kitab luwaran adalah Minhaj Al TThalibin karya ahli hokum mazhab Syafi’I Zakaria yahya bin syaraf Al Nawawi.

D.    Tokoh-tokoh Islam di Filipina
Tokoh-tokoh pejuang Islam di Phillipina
1. Prof.Dr.H. Nur Misuari
Nur Misuari atau Nurallaj Misuari merupakan pengasas Pergerakan Pembebasan Mindanao yang merupakan kumpulan anti kerajaan Filipinasecara kekerasan. Nur Misuari dipenjara atas tuduhan melakukan pemberontakan pada 2006. Nur Misuari ditahan di Pulau Jampiras, Sabah 24 November 2001 kerana memasuki Malaysia tanpa dokumen perjalanan sah. Kerajaan Filipina mendesak Malaysia menyerahkan Nur Misuari tetapi Malaysia terus melindungi Nur Misuari. Nur Misuari pernah berlindung di Libya awal tahun 1980-an.Nur Misuari merupakan Bekas Gabenor Wilayah Autonomi Islam Mindanao (ARMM) . Beliau berusia 65 tahun dan menjadi buruan Manilakerana mengetuai pemberontakan 19 November 2001 sebelum melarikan diri
           
2. Abu Sayaf
Kelompok Abu Sayyaf, juga dikenal sebagai Al Harakat Al Islamiyya, adalah sebuah kelompok separatis yang terdiri dari terorisMuslim yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina, antara lain Jolo, Basilan, dan Mindanao. Khadaffi Janjalani dinamakan sebagai pemimpin kelompok ini oleh Angkatan Bersenjata Filipina.Dilaporkan bahwa akhir-akhir ini mereka sedang memperluaskan jaringannya ke Malaysia dan Indonesia.

Kelompok ini bertanggung jawab terhadap aksi-aksi pemboman, pembunuhan, penculikan, dan pemerasan dalam upaya mendirikan negara Muslim di sebelah barat Mindanao dan Kepulauan Sulu serta menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya negara besar yang Pan-Islami di Semenanjung Melayu(Indonesia dan Malaysia) di Asia Tenggara.

Nama kelompok ini adalah bahasa Arab untuk Pemegang (Abu) Pedang (Sayyaf). Abu Sayyaf adalah salah satu kelompok separatis terkecil dan kemungkinan paling berbahaya[rujukan?] di Mindanao. Beberapa anggotanya pernah belajar atau bekerja di Arab Saudi dan mengembangkan hubungan dengan mujahidin ketika bertempur dan berlatih di Afganistan dan Pakistan










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Proses islamisasi di Filipina pada masa awal adalah melalui tiga hal, yaitu perdagangan, perkawinan dan politik. Diterimanya Islam oleh orang-orang Mindanao, Sulu, Manilad dan sepanjang pesisir pantai kepulauan Filipina tidak terlepas dari ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang tersebut dapat mengakomodasi tradisi lokal.

Umat Islam Filipina yang kemudian dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi berbagai hambatan baik pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila direntang ke belakang, perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga fase: Pertama, Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375 tahun (1521-1898). Kedua, Moro berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama 47 tahun (1898-1946). Ketiga, Moro melawan pemerintah Filipina (1970-sekarang).

Minimal ada tiga alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik Filipina. Pertama, bangsa Moro sulit menerima Undang-Undang Nasional karena jelas undang-undang tersebut berasal dari Barat dan Katolik dan bertentangan dengan ajaran Islam. Kedua, sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur membuat bangsa Moro malas untuk belajar di sekolah yang didirikan oleh pemerintah.

 Ketiga, adanya trauma dan kebencian yang mendalam pada bangsa Moro atas program perpindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Filipina ke wilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah mengubah mereka dari mayoritas menjadi minoritas di segala bidang kehidupan.



B.      Saran
Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita khusus tentang islam di Flipina. Penulis berharap dengan makalah ini kita sebagai kaum muslim agar lebih giat lagi beribadah kepada Allah SWT.




MAKALAH SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA



PENDAHULUAN

Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.


















A.                       https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgG5lI31jvH_aE6rHLUQhODDMYr9FKYQFqEPnqUPgMwZLyf4LGujEphBYLae0GP14JjlK2vMdjhUCQO-iV7KhJjffJLcyJgrL1AGNQwqfNklzgNFNRBDinPfwauMZ7batxocVBq8uteXxg/s1600/peta+penyebaran+islam0.jpg.gifSejarah Masuknya Islam ke Indonesia
Jalur Penyebaran Agama Islam
Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia terjadi secara damai. Kemudian para ahli menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari segi peta perjalanannya, melalui dua jalur, yaitu :
  1. Jalur Utara
Arab  Damaskus  Baghdad  Gujarat  Srilangka  Indonesia.
  1. Jalur Selatan
Arab  Yaman (Hadralmaut)  Srilangka  Indonesia.
mula-mula daerah masuk Islam pertama kali adalah Samudra Pasai (Aceh Utara) dan Pantai Barat Pulau Sumatra yang selanjutnya menyebar ke berbagai daerah, yaitu :
  1. Pariaman di Sumatra Barat, pembawanya adalah Syekh Burhanuddin seorang melayu.
  2. Gresik dan Tuban, pembawanya adalah Maulana Malik Ibrahim pedagang bangsa Hadralmaut.
  3. Demak, pembawanya adalah Raden Fattah dan pendirinya adalah para walisongo.
  4. Cirebon, penyebar dan pendirinya adalah Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
  5. Palembang, penyebarnya adalah Raden Rahmat.
  6. Banjar, pembawanya adalah mubaligh dari Johor Malaysia.
  7. Makassar, pembawanya adalah Datuk Ri Bandang.
  8. Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo di Maluku Utara. Penyebarnya adalah Syekh Mansur dari Arab dan Maulana Husein dari Gresik.
  9. Sorong di Irian Jaya, penyebarnya adalah mubaligh-mubaligh dari daerah-daerah yang telah masuk Islam.
B.  Beberapa Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan, teoriteori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:

1.      Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.

Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber local Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.

Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.

Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.


b. Teori Gujarat

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orangorang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.

Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia

c. Teori Persia

Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.

Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.

d. Teori Cina

Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima.

Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.

Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.

Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra, sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas; artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.
C.  Metode-Metode Masuknya Islam Di Indonesia
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya islam masuk di Indonesia dibawa oleh pedagang asing yang singgah di Indonesia sehingga bisa disimpulkan masuknya islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai atau tanpa ada penumpahan darah.
Menurut uka tjandrasasmita[4] masuknya islam di Indonesia dilakukan enam saluran yaitu:
1. Saluran perdagangan
Masuknya pedagang-pedagang asing dikepulauan Indonesia seperti arab. Cina, Persia dan India merupakan awal mula masuknya islam di Indonesia yaitu bermula dari bermukimnya para pedagang asing di pesisir jawa yang penduduknya masih kafir. Hingga akhirnya mereka mampu mendirikan masjid-masjid dan pemukiman-pemukiman muslim.
2. Saluran perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial lebih baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak sedikit penduduk pribumi yang tertarik denan para pedagang muslim tersebut khususnya putri-putri raja dan bangsawan. Proses islamisasi ini dilakukan sebem adanya pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan sampai pada akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu membuat daerah-daerah atau bahkan kerajaan-kerajaan islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena bangsawan, raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya islam di Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan ampel dengan nyai manila. Sunan gunung jati dengan putrid kaunganten. Brawijaya dengan putri campa yang menurunkan raden fatah ( raja pertama demak ).
3. Saluran tasawuf
Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan teosofi yangb bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat . dengan ilmu tasawufnya mereka mengajarkan islam kepada pribumi yang mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya menganut agama hindu, sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di terima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra islam itu adalah Hamzah Fansuri di aceh, syeh lemah abang, dan sunan panggung di jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di Indonesia di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dam kiai mendapat pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu mengajarkan islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di Ampel Denta Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang di undang ke maluku untuk mengajarkan agama islam.
5. Saluran kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad, dan sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di sumatera dan jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-islam. Kemenangan kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu masuk islam.




D.   Faktor Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia
Beberapa hal menyebabkan agama Islam terus berkembang pesat di Indonesia diantaranya sebagai berikut:
1.      Adanya perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan penduduk Indonesia.
2.       Adanya sistem pendidikan pondok pesantren.
3.       Gigihnya para da'i atau mubaligh dalam menyebarluaskan Islam
4.      Metode penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab disesuikan dengan latar belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya:
     a. Wayang kulit
     b. seni bangunan, dan
     c. seni karawitan/seni gamelan
Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta. Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya. Seiring surutnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam.

E. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
1.      Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.

Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan di dalam bentuk yang lebih murni.

Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit, kehidupan keagamaan di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa.Tercatat dalam sejarah Banjar, di  berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong  tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.

Pada akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya pemegang kekuasaan dalam kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul amri kaum Muslimin di seluruh kerajaan itu. Untuk memacu penyabaran agama Islam, didirikan sebuah organisasi yang Bayangkare Islah (pengawal usaha kebaikan). Itulah organisasi pertama yang menjalankan program secara sistematis sebagai berikut:
a.       Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah kerja para wali.
b.      Guna memadu penyebaran agama Islam, hendaklah di usahakan agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya.
c.         Hendaklah di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat pendidikan Islam.

Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini  seperti  ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya.

2.      Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relative damai itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
a.       Bidang agama murni atau ibadah;
b.      Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c.       Politik.
Terhadap bidang agama murni, pemerintah colonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.

Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memamfaatkan adat kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum Islam baru  bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.

Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.


3.      Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari  “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Untuk sementara pihak pemerintah colonial berhasil mencapai sasarannya, yakni beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah, perlawanan dapat dipatahkan dengan kekerasan senjata, sebagian besar golongan Islam yang di pedalaman dapat terus diisolasi dalam alam ketakhayulan dan kemusyrikan, dan sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian colonial rendahan.

Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.

Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi tersebut, para pejabat dan pemerintahan  (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.

Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.


Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Oelh karena itu, ada tiga prantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin.
1.      Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2.      Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3.      Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.[1][4]

F.  Tersiarnya Islam di Indonesia
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan  Budha telah berkembang luas di nusantara ini, disamping banyak yang masih menganut animism dan dinamisme, kedua agama itu kian lama kian pudar cahayanya dan akhirnya kedudukannya sepenuhnya diganti oleh agama Islam yang kemudian menjadi anutan 85 hingga 95% rakyat Indonesia. Sebab-sebab sangat pesat dan cepat tersiarnya Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1.      Terutama sekali faktor agama Islam (aqidah, syariah dan akhlak islam) sendiri yang lebih banyak “berbicara” kepada segenap lapisan masyarakat Indonesia.
2.      Faktor para mujtahid dakwah yang banyak terdiri atas para saudagar yang taraf kebudayaannya sudah tinggi, yang telah berhasil membawakan Islam dan segala kebijaksanaan kemahiran dan keterampilan
3.      Ajaran Islam tentang dakwah untuk menyampaikan ajaran Allah walaupun sekedar satu ayat kepada segenap manusia di seluruh pelosok bumi telah menjadikan segenap kaum muslimin menjadi umat dakwah.
4.      Baik agama Hindu maupun Budha pada umumnya dipeluk oleh orang-orang keraton yang pada saat mulai tersebarnya Islam antara raja yang satu dengan yang lainnya terlibat dalam perselisihan.
5.      Pernikahan antara para penyebar Islam dan orang-orang yang baru di islamkan melahirkan generasi pelanjut yang menganut dan menyebarkan Islam.



G.   Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia

1.      Peradaban dan Agama Masyarakat Indonesia Sebelum Kedatangan Islam
Secara geografis, wialayah Indonesia termasuk ke dalam kawasan Asia Tenggara. Masyarakat di wilayah ini telah memiliki peradaban yang tinggi sebelum kedatangn Islam. Hal itu disebabkan karena wilayah Asia Tenggara merupakan Negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama.

Bangsa Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal tulisan yang diajarkan oleh para penyebar agama Hindu dan Budha.pengaruh ini telah berlangsung cukup lama, mungkin sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14 dan ke-15 M. pengaruh Hinduisme dan Budhisme membawa perubahan besar, terutama dalam sistem pemerintahan.

Bukti dari pengaruh agama Hindu dan Budha bagi masyarakat Indonesia dapat dilihat dari banyaknya bangunan-bangunan suci untuk peribadatan, seperti candi-candi, ukiran, dan sebagainya. Semua bangunan itu merupakan perpaduan antara seni bangunan zaman megalithicum, seperti punden berundak-undak.ukiran dan relief yang terdapat di dalamnya menggambarkan kreatifitas bangsa Indonesia.

2.      Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan Perkembangannya
Islam sebagai agama baru yang dianut sebagian masyarakat Indonesia, telah banyak memainkan peranan penting dalam berbagai kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat dari perkembangan Islam dan pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas, sehingga agak sulit untuk memisahkan antara kebudyaan local dengan kebudayaan Islam.

Masuknya kebudayaan Islam dalam kebudayaan nasional, meliputi bahasa, nama, adat istiadat dan kesenian.
a.       Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional banyak terpengaruh dari bahasa Arab. Bahasa ini sudah begitu menyatu dalam lidah bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam bahasa komunikasi sehari-hari, bahakan dipergunakan pula dalam bahasa surat kabar, dan sebagainya.

Pengaruh Islam dalam bidang nama, sungguh banyak sekali. Banyak tokoh dan bukan tokoh masyarakat menggunakan nama berdasarkanpada bahasa Arab,yang merupakan bahasa simbol pemersatu Islam. Semua itu bukti adanya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.



b.      Pengaruh Adat Istiadat
Adat istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh peradaban Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan salam kepada setiap muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintahan.
Pengaruh lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dalam do’a. yang merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.

c.       Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah
Pengaruh kesenian yang paling menonjol dalam hal ini terlihat dalam irama qasidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran Islam. Syair pujian yang mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat Islam, merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama masyarakat Islam Indonesia.
Begitu pula pengaruh dalam bidang bangunan peribadatan. Banyak bangunan mesjid yang ada di Indonesia, terpengaruh dari bangunan mesjid yang ada di Negara-negara Islam, baik yang ada di Timur Tengah ataupun di tempat-tempat lainnya di dunia Islam.
d.      Pengaruh Dalam Bidang Politik
Ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaannya, banyak sekali undur politik Islam yang berpengaruh dalam system politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Misalnya tentang konsep khalifatullah fil ardi dan dzilullah fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan pada masa pemerintahan kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.

Kebanyakan penduduk negara kita beragama Islam. Para ahli berpendapat bahwa agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Agama dan kebudayaan Islam masuk Indonesia melalui para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat (India), dan Cina. Agama Islam berkembang dengan pesat di tanah air. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam dan peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia. Agama dan kebudayaan Islam mewariskan banyak sekali peninggalan sejarah. Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Islam antara lain masjid, kaligrafi, karya sastra, dan tradisi keagamaan. Berikut ini akan dibahas satu per satu peninggalan sejarah Islam di Indonesia.

H.   Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah, diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.

PENUTUP

KESIMPULAN
Ada beberapa pendapat mengenai masuknya islam ke Indonesia.  Teori yang dapat dijadikan sebagai acuan juga tidak hanya satu. Jadi memang datangnya agama islam ke Indonesia belum diketahui secara pasti, ini dikarenakan kejadiannya telah berlangsung sejak dahulu. Sehingga orang pada masa kini hanya bisa menerka-nerkan prosesnya. Namun  bersamaan dengan itikad itu, kita juga dapat memperoleh pelajaran mengenai masuknya islam ke Indonesia sehingga bisa menambah wawasan dan memperkokoh iman islam kita.

Saran
Kami berharap, dengan adanya makalah ini pembaca akan mampu mengetahui tentang proses masuknya agama islam di Indonesia serta mampu untuk menjelaskan proses masuknya islam ke Indonesia.